Langsung ke konten utama

Nak, Mending Kamu Ikut Lomba Menulis Cerpen Daripada Main Tiktok


Don't stop, make it pop
DJ, blow my speakers up
Tonight, I'ma fight
'Til we see the sunlight
Tick-tock on the clock
But the party don't stop, no
Oh, whoa, whoa-oh
Oh, whoa, whoa-oh

Saya tiba-tiba mengingat lagu Kesha yang judulnya Tick-tock, dulu lagi ini populer di zamanku SMP, lumayan enak apalagi untuk anak SMP seusiaku, yang tergolong miskin referensi untuk bermusik.

TikTok yang dikenal sekarang sudah berbeda dengan TikTok yang ku kenal dahulunya, kalau dulu ku kenal sebagai lagu, mungkin sekarang sebagai salah satu 'platform' pemicu 'kreativitas'.

Terlepas dari bagaimana orang-orang memandang persepsi TikTok itu adalah sebuah lagu, ataupun sebuah Platform editing video. Saya justru lebih tertarik memandang bagaimana keberpihakan itu bekerja. Tapi, lupakanlah keberpihakan itu, keberpihakan seiring sejalan dengan kepentingan, kadang-kadang juga pertemanan, dan lain hal.

"Bagaimanapun juga Tiktok itu dibuat untuk menyaingi YouTube" kata seorang temanku, seorang pemerhati Media Sosial, yang sudah mapan dan berpenghasilan melalui Media Sosial.

Sekarang, kebanyakan orang-orang bertempur melalui dunia digital, tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa ketinggalan zaman, gaptek atau gagap teknologi menjadikan kita semakin digerus zaman, semakin menjadi tertinggal.

Kalau orang bertanya kepadaku, apa itu TikTok, mungkin saya akan menjawab dua versi, satu adalah lagu, satu lagi adalah platform.

Nah kalau bicara platform, mungkin kita bisa melebar membicarakan platform ini, karena TikTok itu menyediakan fasilitas Upload, artinya para user (pengguna) TikTok bebas mengupload apa yang user ingin upload.

Saya mengenal TikTok di medio 2018, dulu untuk melucu, pencarian di timeline TikTok ku dulu adalah untuk menghibur diri.

Tetapi, pertanyaannya sekarang, bagaimana persepsi orang tentang TikTok? banyak jawaban, dan banyak sudut pandang. Tetapi di masyarakat Enrekang sendiri, bagaimana stigma Tiktok itu?

Pasti beragam, tetapi yakin dan percaya stigma yang tertanam dalam Tiktok adalah 'joget', 'gadis', 'seksi'. Walaupun, sebenarnya banyak user TikTok yang Mengupload bahan-bahan menarik, seperti Informasi, Edukasi, Tips & Trik. tetapi saya yakin, stigma umum adalah "joget, gadis, seksi, dan sama sebagainya".

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buttu Cui Yang Kurindukan Setiap Agustus

Buttu Cui adalah sebuah daerah di pinggiran kota Enrekang, hanya dengan menunjukkan di mana letak Masjid Agung Enrekang, maka kamu akan mendapat Buttu Cui.  Saya adalah seorang pemuda yang sewaktu kecil membanggakan diri menjadi orang BTC (singkatan dari Buttu Cui), mungkin yang paling mendasari kebanggaanku ini adalah tim sepakbolanya, ada banyak legenda hidup sepakbola di daerahku ini, begitu juga setelah saya melihat beberapa album di rumah Bapak Rahul, bahwa dahulu hingar bingar kejayaan persepakbolaan Buttu Cui itu benar-benar ada. Juga ada beberapa cerita dari senior-senior di BTC ini ketika mereka beralih dari anak ingusan ke masa remaja. Terlepas dari itu semua, yang paling kurindukan adalah suasana 17 Agustusan di zamanku kecil, yang mana anak kecil sekarang yang seperti usiaku dulu mungkin tidak bisa merasakan kegemilangan, kehebohan, kegembiraan, kebersamaan, dan kebahagiaan pesta rakyat tahunan itu.  Dahulu, setiap Agustusan tiba, ada gengsi, ada prestise yang diba...