Langsung ke konten utama

PLP (Pajjingsetiawan Lagi Pulang)

PLP (Pajjingsetiawan Lagi Pulang).

Perkenalkan temanku, Ahmad Fajrin Setiawan Arlansyah, Mahasiswa jurusan pendidikan bahasa Inggris pada salah satu kampus swasta beralmamater ungu di Enrekang. Hari ini (22/11) adalah hari yang haru bagi Pajjing (sapaan akrabnya).

Pajjing, Baru saja menyelesaikan PLP di SMPN 1 Pangsid, Pangkajene, Kabupaten Sidrap.

Pajjing adalah salah satu tipikal mahasiswa yang santuy dan beradab, semua tugas dan kerjaan selalu dikerjakan dengan tuntas dan tepat waktu.

Selain itu, dia juga rajin, ulet, dan terampil. Keunikan inilah yang membuat H. Sudirman S.Pd., M.Pd. guru pamong Pajjing merasa bersedih, karena harus berpisah dengan salah satu mahasiswa kesayangannya. "Tidak bisa kah ditambah tambah ini waktu PLPnya ?, Saya masih butuh dan senang kamu menjadi mahasiswa yang saya tuntun disini, tanyami kampusmu supaya ditambah waktunya" Ujar H. Sudirman kepada Pajjing.
H. Sudirman S.Pd., M.Pd. & Ahmad Fajrin Setiawan Arlansyah

Pajjing menceritakan guru pamongnya itu kepadaku dengan berbahagia, ia juga begitu dekat dengan H. Sudirman. Sosok H. Sudirman yang membimbingnya dengan baik menjadi kisah menarik tersendiri bagi Pajjing, PLP ini adalah salah satu kisah yang akan sulit dia lupakan.

PLP & Magang yang menarik ini akan Pajjing kenang kenang sendiri. "Mungkin saya akan tertawa sendiri, kalau mengingat ini", Magang ini penuh drama, dimulai dari awal keberangkatan yang terlambat, homestay yang lucu dan menggemaskan, cekcok mahasiswa dengan panitia PLP & Magang, sampai uang saku yang habis sendiri.

Saya sangat terkagum dengan sifat pembawaan temanku satu ini, dia tidak pernah mengeluh dengan keadaannya, pasrah dan ikhlas adalah jalan hidupnya, mungkin.

Beda denganku dan beberapa teman yang lain, yang banyak mengeluhkan hal hal yang teknis.


Ketika kami mengeluh keterlambatan berangkat, si Pajjing Hanya santuy, dengan sebatang rokoknya, dan kacamata hitamnya. Sesampai di Lokasi, ketika kami mengeluh tentang penginapan, konsumsi, dan beberapa tentang keuangan, Pajjing ini masih santuy dengan sebatang rokoknya , tapi ia tanpa alas kaki. Ketika kami sibuk menghitung-hitung dan menerka-nerka pembayaran yang begini tapi fasilitas begitu, si temanku yang tampan ini masih saja santuy dengan sebatang rokoknya. tetapi kali ini beda , dia meminta korek kepadaku.

"Dalam menuntut ilmu, harusko memang korban teman" tambah Pajjing kepadaku malam itu sebelum tidur berdesakan di kamar kos. "Asal jangan ilmu yang kau dapat itu kelak kau pake bodoh bodohi orang". Saya sangat heran kenapa temanku yang satu ini menjadi bijak. "Kau diciptakan cerdas bukan untuk membodohi dan mengelabuhi orang-orang disekitar mu, setidaknya berfilosofi lebah lah, menjadi manfaat untuk sekililing". Kami semakin terdiam dan ikut terhanyut di percakapan malam itu.

Semakin malam, semakin dalam Pajjing menasehati kami. "Jalani kehidupan mu dengan landasan Agama temanku, dan jangan sekali-kali gunakan Agama sebagai alat pembenaran untuk mewujudkan egomu teman" , saya hening , mungkin dia menyinggungku karena menggunakan iming-iming agama di usahaku.

Tetapi, sekali lagi saya tetap kagum dengannya. Sampai hari ini dia tetap tidak mengeluh dengan segala kekurangan, entah bagaimana di hatinya, saya tidak tahu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buttu Cui Yang Kurindukan Setiap Agustus

Buttu Cui adalah sebuah daerah di pinggiran kota Enrekang, hanya dengan menunjukkan di mana letak Masjid Agung Enrekang, maka kamu akan mendapat Buttu Cui.  Saya adalah seorang pemuda yang sewaktu kecil membanggakan diri menjadi orang BTC (singkatan dari Buttu Cui), mungkin yang paling mendasari kebanggaanku ini adalah tim sepakbolanya, ada banyak legenda hidup sepakbola di daerahku ini, begitu juga setelah saya melihat beberapa album di rumah Bapak Rahul, bahwa dahulu hingar bingar kejayaan persepakbolaan Buttu Cui itu benar-benar ada. Juga ada beberapa cerita dari senior-senior di BTC ini ketika mereka beralih dari anak ingusan ke masa remaja. Terlepas dari itu semua, yang paling kurindukan adalah suasana 17 Agustusan di zamanku kecil, yang mana anak kecil sekarang yang seperti usiaku dulu mungkin tidak bisa merasakan kegemilangan, kehebohan, kegembiraan, kebersamaan, dan kebahagiaan pesta rakyat tahunan itu.  Dahulu, setiap Agustusan tiba, ada gengsi, ada prestise yang diba...